Pempimpin kharismatik Turki, Recep Tayyip Erdogan pada hari Senin mendesak masyarakat internasional untuk meningkatkan upaya untuk membantu minoritas Muslim Rohingya di Myanmar. Dia menyindir masyarakat dunia “buta dan tuli” terhadap kondisi Muslim Rohingya.
Komunitas Rohingya yang merupakan salah satu komunitas tanpa kewarganegaraan terbesar di duniaberbondong-bondong melarikan diri ke Bangladesh. Mereka mencoba melepaskan diri dari gelombang kekerasan terbaru di negara bagian Rakhine antara kelompok militan dan militer Myanmar.
Badan pengungsi PBB pada hari Senin mencatat lebih dari 3.000 warga minoritas itu telah tiba di wilayah Bangladesh dalam tiga hari terakhir. Mereka menceritakan situasi dramatis ketika melarikan diri dari ancaman tentara Myanmar.
”Sayangnya saya bisa mengatakan bahwa dunia ini buta dan tuli terhadap apa yang sedang terjadi di Myanmar,” kata Erdogan dalam sebuah wawancara di televisi yang disiarkan langsung untuk menandai tiga tahun kepemimpinannya. ”Tidak mendengar dan tidak melihat,” imbuh dia, yang dilansir AFP, Selasa (29/8/2017).
Pada kesempatan itu, Erdogan juga menanyakan tentang ketegasan Indonesia sebagai negara dengan pemeluk muslim terbesar di dunia.
Dia menggambarkan kondisi terakhir pengungsi yang menuju Bangladesh sebagai peristiwa yang sangat menyakitkan. Dia berjanji untuk segera mengumumkan masalah Rohingya di forum Majelis Umum PBB bulan depan. Dan meminta negara-negara Islam untuk lebih peduli.
”Tentu saja kita mengutuk ini dengan cara yang paling kuat dan kita akan mengikuti ini melalui institusi internasional, termasuk di Perserikatan Bangsa-Bangsa,” ujar pemimpin Turki ini. ”Kami ingin melihat seluruh umat manusia mengulurkan tangan ke sini.”
Rakhine yang menjadi lokasi konflik militan Rohingya dengan militer Myanmar merupakan negara bagian Myanmar yang miskin dan berbatasan dengan Bangladesh. Konflik terbaru di wilayah itu pecah setelah kelompok militan menyerang puluhan pos polisi. Serangan itu memicu operasi militer yang menewaskan lebih dari 90 orang di Rakhine.
Kantor pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi telah menolak tuduhan kekejaman yang dilakukan militer terhadap komunitas Muslim Rohingya. Namun, pihak Suu Kui menolak visa para penyelidik PBB untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi di Rakhine. (AFP)
0 Komentar