Presiden Turki meminta pihak berwenang Bangladesh untuk membuka pintu bagi pengungsi Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Rakhine, Myanmar. Turki juga sedang meminta bantuan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk menolong warga Rohingya.

"Buka pintu Anda," kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu seperti dilansir kantor berita Anadolu Agency. Menurut Cavusoglu, Turki bersedia menanggung biaya warga Rohingya di Bangladesh.

Bangladesh sebelumnya menyatakan sudah menampung sekitar 400.000 pengungsi Rohingya dan tidak ingin menambah lagi.

"Kami telah meminta Organisasi Kerjasama Islam," ujar Cavusoglu. "Kami akan mengorganisir sebuah pertemuan puncak tahun ini (terkait masalah Rohingya). Kita harus menemukan solusi pasti untuk masalah ini," lanjut dia.

Sebelumnya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuduh otoritas berwenang Myanmar melakukan genosida terhadap minoritas Muslim Rohingya.

"Ada genosida di sana," kata Erdogan dalam sebuah pidato di Istanbul saat perayaan Idul Adha digelar, kemarin. "Mereka yang menutup mata terhadap genosida yang diabadikan di bawah naungan demokrasi adalah kolaboratornya," lanjut Erdogan, seperti dikutip Reuters, Sabtu (2/9/2017).

Kekerasan terbaru pecah di Rakhine pada Kamis malam atau Jumat dini hari pekan lalu ketika sebuah kelompok gerilyawan menyerang pos-pos polisi yang menewaskan 12 petugas. Kelompok Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu dengan dalih sebagai sikap pembelaan terhadap warga Rohingya.

Sebagai respons, militer Myanmar menggelar operasi yang menewaskan ratusan orang, termasuk warga sipil Rohingya. Data resmi yang diakui militer dan pemerintah Myanmar menyatakan, ada 399 orang yang tewas dalam seminggu ini. Mereka adalah 370 gerilyawan Rohingya, 13 aparat keamanan, dua pejabat pemerintah dan 14 warga sipil.

Tapi, data dari para aktivis di Rakhine menyebutkan,  sekitar 130 orang, termasuk wanita dan anak-anak Rohingya dibunuh dalam operasi militer. Pembantaian massal dilaporkan terjadi di Desa Chut Pyin, dekat Kota Rathedaung, Myanmar barat.

"Sejauh ini laporan, menurut saya cukup kredibel, menyebutkan sekitar 130 orang termasuk wanita dan anak-anak terbunuh," kata Chris Lewa, Direktur The Arakan Project, lembaga kemanusiaan yang bekerja dengan komunitas Rohingya.

"Itu terjadi pada hari Minggu ketika pasukan keamanan tiba-tiba mengepung seluruh wilayah, bersama dengan penduduk desa Rakhine, sepertinya ini adalah pembantaian besar-besaran di Rathedaung," kata Lewa. (snd)